Terkadang,
kamu menyebalkan.
Pernah ada saatnya aku tidak menyukai model rambutmu, warna
sepatumu, atau bahkan caramu memotongku bicara.
Tetapi itulah kau, warna-warna
yang kuingin ada di hidupku.
Aku tertawa sendiri bila mengingat, pernah ada
kalanya aku ingin melemparmu ke jurang andai nyawamu lebih dari satu, tetapi
kembali lagi dan kembali lagi, pada akhirnya bolamatamu ialah jurang yang
kepadanya aku rela jatuh, dan aku tersiksa sendiri jika tidak kepadamu aku
perhatian.
Sayang,
perhatikanlah apa
yang kukatakan kali ini kepadamu,
yaitu bahwa bagiku kebahagiaan yang sempurna
ialah lebih dari sekadar gempita demi gempita,
melainkan kebersamaan kita,
sekalipun itu penderitaan.
Sebab hanyalah kedukaan jika kuhabiskan hidup
bersenang-senang namun tanpa kau.
Berikan kekuranganmu kepadaku, aku tulus
menerimanya.
Aku tidak ingin hidup dalam ratapan, jangan sampai aku punya
segala kecuali kau. Kini aku telah punya modal untuk tidak hanya mencerahkan
wajahmu, bahkan tawamu di masa tua sudah ada di pikiranku.
Maka dari itu duhai
Sayangku, aku adalah lelaki yang siap sekarang, menikahlah denganku, tidak yang
lain yang kuingin peristri,
tetapi kau!